RajaKomen

Aloysius Hartono: Munarman Teroris? Markas FPI Pabrik Bom? Baik Pak Polisi (Iyakan Saja, Daripada Diciduk!)

2 Mei 2021  |  857x | Ditulis oleh : Admin
Aloysius Hartono: Munarman Teroris? Markas FPI Pabrik Bom? Baik Pak Polisi (Iyakan Saja, Daripada Diciduk!)

Beberapa waktu ini seorang pemerhati politik Aloysius Hartono mengutarakan pandangannya mengenai penangkapan terhadap Munarman. Dan tilisan atau ulasannya sebagai berikut;

Walaupun sudah lewat pertengahan Ramadhan, sudah agak terlambat, ijinkan saya, Aloysius Hartono untuk mengucapkan selamat berpuasa kepada saudara-saudara yang beragama Islam. Semoga anda dan kita semua diberkati Tuhan. Amen.

Saya saat ini sungguh sangat bersedih melihat berbagai ketidakadilan yang terjadi di Indonesia. Di kancah politik, operasi penterorisan FPI menjelang hari Lebaran ini sepertinya akan memasuki tahap akhir.

Walaupun FPI sudah sedemikian pasif, sudah  tiarap sejak dibubarkan akhir Desember 2020 lalu, tetapi sebaliknya polisi justru semakin beringas untuk membunuh karakter FPI dengan narasi "Teroris... ISIS... Bom..." dan sejenisnya.

Sampai bosan rasanya lihat berita di media tiap hari isinya polisi non stop berupa menteroriskan FPI. Pengamat terorisme Sidney Jones bahkan sampai geleng-geleng melihat ulah polisi dan pemerintah Jokowi ini.

"Pemerintah Indonesia terobsesi untuk membuktikan (baca: menjadikan) FPI teroris", ucap Sidney.

Permainan polisi dan intelijen untuk menteroriskan FPI, terus terang saja.. terlalu kasar, kasat mata. Apa uang pajak saya mau anda habiskan untuk hal beginian terus pak polisi?

Saya sama sekali tidak kaget dengan manuver terupdate dari Densus 88 dan Polisi, karena sudah mengetahui instruksi "Jendral Tua" kepada Polisi, yang kabarnya menuntut sebelum hari Lebaran FPI harus sudah diumumkan sebagai organisasi teroris, sehingga tragedi KM 50 bisa tutup buku, dan para eksekutor dan aktor intelektual nya aman semuanya tidak ada yang ditangkap apalagi dipenjara.

"Saya belum bisa tidur nyenyak kalau FPI belum diumumkan sebagai organisasi teroris. Tidak bisa tidak, umumkan FPI sebagai organisasi teroris sebelum Lebaran, apapun caranya!", begitu ultimatum Jendral Tua kepada petinggi kepolisian.

Jendral Tua hingga kini masih terus gelisah dan ketakutan, karena anaknya juga terlibat dalam Operasi Delima, pengintaian di Pesantren Megamendung FPI yang berujung penembakan terhadap 6 Laskar FPI.

Sehingga apabila kasus KM 50 ini diusut tuntas secara jujur dan transparan, anak si Jendral Tua pasti akan duduk di kursi pesakitan untuk diadili. Hal itu tidak bisa diterima oleh Jendral Tua, karena anaknya sudah lama ia persiapkan untuk menjadi tokoh dan pemimpin negeri ini.

Jendral Tua yang tangannya berlumuran darah Munir dan warga Talangsari ini sudah sadar ia tak lama lagi hidup di dunia rupanya. Jangankan Munarman ditangkap dan diumumkan sebagai teroris, Markas FPI digeledah dan kemudian diumumkan adanya temuan bahan peledak disitu pun, saya tidak kaget.

Why? Karena Markas Petamburan itu sudah berbulan-bulan kosong. Polisi mau taruh ganja, heroin, DVD porno, bahan pembuat bom bahkan bom aktif sekalipun tentu bisa saja.

Ingat! Yang menggeledah, yang menemukan, yang memeriksa dan yang mengumumkan temuan "bahan peledak" itu adalah pihak aparat itu sendiri, tanpa diawasi dan didampingi oleh eks pengurus FPI. Jadi suka-suka mereka lah mau ngomong dan mengarang cerita apapun.

Omong-omong soal penggeledahan, selama ini kalau sedang ada razia polisi di jalan raya, sering kita dengar ucapan bernada peringatan, "Hati-hati kalau disetop polisi, awasi terus mereka kalau sedang memeriksa kendaraan kita, takutnya diselipkan narkorba dan benda terlarang lainnya, lalu kita akan dituduh sebagai pemiliknya".

Minta maaf bapak aparat yang terhormat saya mengatakan demikian, tapi ini sudah rahasia umum.

Untuk soal razia kecil di pinggir jalan saja kecurangan semacam ini dikabarkan ada dan telah terjadi, tentu apalagi dalam upaya penterorisan FPI yang -meminjam istilah pengacara Habib Rizieq- merupakan 'Operasi Intelijen Berskala Besar', skalanya nasional.

Karena itu, jangankan polisi mau umumkan bahan pembersih WC di Markas FPI itu sebagai bahan peledak, mereka mau sebut benda itu adalah Uranium dan Plutonium untuk membuat bom Nuklir sekalipun pun, siapa yang berani membantah?? Daripada diciduk, kebanyakan masyarakat akan lebih memilih diam saja, walaupun mereka tahu polisi bohong.

Rakyat tahu aparat saat ini represif dan tak segan main ciduk terhadap siapapun yang kontra dengan pemerintah.

Ini sama persis seperti saat polisi mengumumkan 6 Laskar FPI yang mereka bunuh di KM 50 membawa senjata api dan menyerang polisi duluan, tidak ada orang yang percaya klaim polisi itu, kecuali buzzer.

Terkait penangkapan Munarman, selain ini bagian dari upaya penterorisan FPI, ini juga upaya "darurat' untuk menyelamatkan muka Jaksa Penuntut Umum, majelis Hakim, kepolisian dan pemerintah Jokowi di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.

Karena Munarman telah menyusun dan memimpin pembelaan yang luar biasa terhadap HRS dan lainnya, sehingga pihak Jaksa pun kewalahan sejak hari pertama persidangan. Solusi tercepat mereka untuk menghindari dipermalukan Munarman ya cuma satu: Munarman harus ditangkap dan dipenjarakan, sehingga tidak lagi harus mereka hadapi di ruang persidangan.

Bagi mereka, Munarman adalah "monster", mimpi buruk yang sulit mereka hadapi secara head to head di ruang sidang. Karena itu penangkapan Munarman ini tentu sangat menguntungkan Jaksa. Ironisnya, berbagai diskriminasi dan ketidakadilan ini semuanya telah dipertontonkan oleh penguasa dan aparat tanpa rasa malu.

Sepertinya mereka tahu, rakyat sudah tidak percaya kepada mereka, karena menemukan Harun Masiku saja mereka tidak bisa (atau bisa disebut tidak mau?), lalu apalagi yang bisa dipercaya dari mereka? Karena itu mereka tak lagi peduli apa penilaian publik.

Bila ketidakadilan ini terus berlanjut, mustahil  kedamaian dan kerukunan akan datang di negeri ini. Ingatlah... Akibat ketidakadilan penguasa, negeri ini telah beberapa kali terpecah belah dan porak poranda.

Maka itu janganlah pemerintah Jokowi mengulangi kesalahan yang sama, yang dulu telah dilakukan oleh Soekarno dan Soeharto. Mereka tidak adil, akhirnya mereka pun dijatuhkan oleh rakyat. Ketahuilah, Tuhan sangat benci dengan orang yang berperilaku jahat. Meskipun bukan kejahatan besar atau hanya kejahatan kecil, itu tetap saja perbuatan yang buruk.

Nasihat saya kepada penguasa yang telah bertindak tidak adil, ingatlah, orang-orang jahat akan menerima hukuman berat, dan Tuhan lah yang akan membalas kejahatan yang mereka lakukan.

Baca Juga: